JEJAKA-Jejak Jejak Kapmepi

Foto saya
Yogyakarta, Indonesia
Kami adalah sebuah wahana dan forum, tempat menampung para pemuda Luar Biasa di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta... Kami Bernama Kapmepi (Kader Pengembang Moral Dan Etika Pemuda Indonesia)

Kamis, 04 Februari 2010

Aku adalah wanita

Saat kecil, pernah aku bertanya kepada ibuku…duhai ibu kenapa aku beda dengan abang, abang wajahnya bergaris kokoh sedangkan aku bulat telur, dia sering diminta ayah untuk membantu memanjat kelapa, sedang aku dminta ibu untuk mencuci piring atau memasak. Sedangkan tahukah engkau ibu! aku sebenarnya lebih suka memanjat pohon jambu mete disamping rumah kita, mengumpulkan bijinya, memakan daging buahnya, menyesapnya lalu membuang ampasnya sambil berusaha menyepahnya jauh-jauh dari mulutku, bahkan ketika aku  berlomba dengan  abang untuk mencari kayu bakar dihutan, siapa yang mengumpulkan paling banyak dialah yang berhak bermain game bot pertama kali ketika pulang sampai dirumah. aku begitu gagah berani menyusuri diantara semak2 tinggi, tak takut akan pacet yang siap menghisap darahku layaknya vampire, akulah yang sering memanjat pohon-pohon untuk mematahkan dahan yang kering.. Dan tahukah engkau ibu, aku yang sering mememangkan kompetisi itu. Ketika SMA aku memperoleh pemahaman kenapa aku berbeda dengan abang,  hanya satu kalimat ibu “bahwa Hawa diciptakan itu dikarenakan adam merasa kesepian”. Pemahaman ini berawal dari pemilihan ketua OSIS, aku mencalonkan diri, sedangkan calon yang lain adalah lelaki. teman lelakiku itu tak mau kalah, bahkan berusaha menjatuhkanku dengan berbagai cara, untuk mematahkan mentalku sebelum kampanye lisan, dia mendatangi kelasku dan dengan dingin mengatakn “tak layak kau jadi ketua osis, wanita tak akan mampu!”. Sakit rasanya saat itu ibu, dengan begitu garang aku hanya mengatakan “kita buktikan saja nanti!”, dan ternyata ucapanku benar ibu, aku yang lolos menjadi ketua OSIS. Aku yakin karena aku lebih populer dibandingkan dia, aku lebih punya dukungan karena aku yang sering mewakili sekolah untuk mengikuti lomba karya tulis remaja, tartil, kaligrafi atau lomba desain kartu lebaran bahkan aku menjadi  runner up setelah orang jenius disekolahku ketika kompetisi bahasa inggris antar wilayah.  Namun ibu, saat itu obsebsiku untuk menjadi ketua OSIS sebenarnya bukan karena aku ingin memperjuangkan harapan teman-temanku ataupun visi lain yang lebih ideologis. Tidak ibu!! obsebsiku hanya satu aku harus mengalahkan teman lelakiku itu. Dan aku sudah berhasil ibu. itu cerita ketika aku SMA ibu, namun pemahamanku tentang penciptaan hawa belum bertambah ibu. Ketika aku kuliah, aku juga mendapatkan jurusan sesuai dengan yang aku inginkan. Ini berkat do’amu ibu. Saat kuliah, muncul berbagai tawaran, aku harus memilih diantara banyak organisasi yang ada dikampus, ada yang menawarkan seni seperti yang aku bayang-bayangkan dulu, Seradikalnya ananandamu ini tak pernah pula aku memimpikan menjadi artis yang hanya sekedar jual tampang ataupun menjadi pengorek berita artis yang lain, sungguh ibu aku tidak mau memakan bangkai saudaranya sendiri. Aku hanya ingin bermain pantomime. Melihat orang lain tertawa ternahak-bahak puas rasanya, atau menjadi pengemis yang hina sehingga membuat orang trenyuh kelihatanya lebih memuaskan hati. Atau ikut MAPALA naik gunung biar terlihat macho. Tak tahulah ibu, saat itu aku hanya ingin dilihat orang lain keren, kembali tanpa ada alasan ideologis pula.  Saat itu aku juga ikut sejenis latihan training keislaman dasar, itupun awalnya karena gendut, temen akrab lelakiku ikut pula. Ibu saat itu aku tak “sreg”, kenapa pula laki-laki harus dipisah, duduk dipisah tak boleh senda gurau berlebihan. Katanya membuat hati mati. Kalau ada hati yang mati, bearti ada pula hati yang sakit ataupun hati yang sehat. Tak pedulilah aku, saat itu fokusku, ku hanya pingin pulang cepat, tapi tetap saja tak bisa karena kami diangkut pakai bis, dan letaknya sangat jauh dari wilayah kampus, ku hanya mencoba bertahan saat itu ibu. Namun ada satu hal ibu, pemahamanku bertambah, ini berawal dari ustad muda yang memberikan nasehat denagn cara yang unik, tak buat mata ini mengantuk. Beliau menjelaskan tentang penciptaan manusia. Kenapa ada adam, kenapa pula ada hawa. Katanya sama saja lah laki-laki sama wanita, sama-sama manusia tugasnya sama menjadi pemimpim, minimal pemimpim bagi dirinya sendiri. Yang membedakan adalah ketaqwaanya.  Ibu, aku tercerahkan, berarti manusia itu intinya sama baik laki-laki maupun wanita, yang membedakan hanya kualitasnya. Sejak saat itu ibu, aku melonjak tinggi. Berkarya diberbagai organisasi dan menjadi  garda terdepan memperjuangkan kepentingan umat. Bahkan akupun mulai merambah wilayah masyarakat. Bahu membahu baik putra maupun putri, tanpa ada diskriminasi mahluk Tuhan yang berinisial wanita. Mereka memberi ruang yang luas untukku berkontribusi sesuai dengan kompetensi yang kumiliki. Sungguh ibu, aku semakin paham tentang peranku. Bahkan ketika muncul tentang konsep feminisme yang katanya memperjuangkan persamaan kedudukan wanita atas lelaki, Ibu sungguh aku tidak tertarik sedikitpun. Mereka menghembuskan isu problematika wanita sebagai mahluk terbelenggu, korban opresi, tak berkebebasan, termarginalkan, terdiskriminasi, tertindas dan segala ter- yang menerangkan kenelanngsaan kaum wanita, jelaslah ibu, ini hanya produk pelembagaan sesat fikir musuh Islam melalui proses dramatisir. Tidak ibu, islam tidak pernah mendiskriminasikan wanita, justru islam memuliakan dengan memberikan kebebasan wanita untuk melakukan peranya, asalkan dalam batas syariat yang ditetapkan. Sungguh ibu, aku bangga menjadi wanita. terimaksih untuk cinta yang telah engkau curahkan (Yogyakarta, 2010)..

By: Murniningsih S.Pd. Si (Ketua Deputi Media dan Opini Publik FKAPMEPI Yogyakarta)
 

Rabu, 20 Januari 2010

Pemuda

Pemuda adalah generasi penerus bangsa. Keabsahan slogan ini tidak terbantahkan karena mau tidak mau, sanggup atau tidak sanggup, pemudalah yang akan menggantikan kedudukan generasi-generasi sebelumnya dalam membangun bangsa. Selain itu, pemuda sudah sepantasnyalah menjadi agent of change, pembawa perubahan, yang membawa bangsa ini menjadi lebih baik, lebih bersatu, lebih makmur, lebih demokratis, dan lebih madani. Inilah kira-kira peran pemuda yang seharusnya dapat diwujudkan bersama.
Menilik sejarah, pada awal abad ke-20 Indonesia diwarnai oleh pergerakan kebangsaan yang tidak lain dimotori oleh para pemuda pada zaman itu. Sejarah mencatat Budi Utomo sebagai organisasi pertama yang mengubah watak pergerakan perlawanan, yang semula bersifat kedaerahan menjadi bersifat kebangsaan. Bangsa Indonesia disadarkan bahwa untuk dapat mencapai kemerdekaan, seharusnnya ada persatuan dan perasaan senasib yang melandasi perlawanan terhadap penjajah.Setelah dipelopori Budi Utomo sebagai organisasi kebangsaan pertama, bermunculanlah sekian banyak organisasi kebangsaan lainnya. Muhammadiyah, NU, Serikat Dagang Indonesia, Taman Siswa, sampai dengan PNI sebagai partai pertama yang dimiliki bangsa ini adalah contohnya. Kesemuanya memiliki orientasi dan cita-cita yang sama, persatuan dan kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Sampai pada hari yang sangat menentukan bagi masa depan Bangsa Indonesia, 28 Oktober 1928 Kongres Pemuda II diselenggarakan di Jakarta. Kongres ini setidaknya menghasilkan tiga point penting, yakni kesadaran berbangsa Indonesia, bertanah air Indonesia, dan berbahasa nasional, Bahasa Indonesia. Inilah moment dimana semangat nasionalisme dikobarkan dan sedikit demi sedikit perasaan kedaerahan yang berlebihan dikikis dan diminimalkan. Inilah akselerator perjuangan perlawanan terhadap penjajah yang akhirnya mencapai titik kulminasinya melalui proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Inilah keadaan pemuda pada zaman pergerakan, hampir satu abad yang silam. Sekarang??Sebuah angket mengenai penghayatan makna sumpah pemuda yang diselenggarakan sebuah media terkemuka menggambarkan betapa minimnya penghayatan terhadap nilai-nilai sumpah pemuda. Ketika ditanya tentang apa itu sumpah pemuda, Suprapto (17), siswa kelas II Sekolah Menengah Umum (SMU) Muhammadiyah 6 Surabaya mengutarakan ”Dari pelajaran sejarah di sekolah sejak SD memang saya tahu kalau tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Namun, hanya tahu sebatas tanggal saja. Selebihnya saya tidak tahu,”Ironi memang melihat fenomena ini, tapi itulah yang terjadi.
Pemuda pada zaman sekarang seolah-olah tidak mewarisi semangat nasionalisme yang didengung-dengungkan Sukarno, Hatta, Syahrir dan banyak tokoh-tokoh pemuda lainnya beberapa dasawarsa silam. Agaknya, tidak salah jika sebagian orang mengatakan bahwa nasionalisme pemuda kita telah berubah menjadi materialisme dan hedonisme, patriotisme telah berubah menjadi apatisme. Fenomena ini dapat kita tangkap dari keengganan sebagian pemuda kita untuk memikirkan masalah kebangsaan. “Jangankan soal kebangsaan, untuk masalah yang ada di sekitarnya saja banyak yang tidak peduli. Untuk berorganisasi di tingkat sekolah saja susah mengajak dan melibatkan mereka. Yang dipikirin cuma bersenang-senang dan kepentingannya sendiri,” ujar Savitri (16), siswa kelas II SMK Ketintang I Surabaya ketika ditanya tentang keadaan pemuda di sekolahnya.
Banyak sebab yang menjadi pemicu lunturnya semangat kebangsaan yang merupakan warisan para pendahulu Republik ini. Salah satunya adalah kejenuhan para pemuda dalam memandang wacana kebangsaan yang dikumandangkan elite polotik kita. Mereka melihat tidak adanya figur teladan yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi perbaikan keadaan bangsa.Selain itu, sebab lainnya adalah tidak adanya kepercayaan dari golongan tua kepada golongan muda untuk mengadakan transfer ilmu, pengalaman dan kewenangan. Banyak kaum muda yang merasa bahwa kemampuan mereka dalam suatu bidang kurang bisa ditampilkan secara maksimal oleh karena tidak adanya kesempatan untuk menduduki posisi yang penting dalam menentukan kebijakan di negeri ini. Sebagian besar elit politik kita masih memegang paradigma lama yang kurang menghargai profesionalisme dan lebih mementingkan koneksi.
Sebagian besar pemuda, putra-putri terbaik bangsa yang berprestasi dan kemudian mendapat beasiswa ke luar negeri merasa bingung ketika lulus. Mereka dihadapkan kepada pilihan bekerja di luar negeri dan hidup sejahtera atau pulang ke Indonesia dan hidup seadanya (kalau tidak ingin disebut menderita). Hal ini karena minimnya penghargaan (terutama dalam bentuk gaji) negara terhadap profesional ini. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang memilih untuk bekerja di luar negeri dan lupa berkontribusi terhadap negara.
Dihadapkan pada masalah tersebut, kita seyogianya dapat memandang secara arif bijaksana untuk kemudian menyelesaikannya. Sudah saatnya kita memiliki figur elit politik yang benar-benar mampu berkontribusi secara nyata-tidak sekedar wacana-terhadap proses perbaikan bangsa dan yang sadar akan pentingnya regenerasi, sehingga lebih memberkian tempat bagi kaum muda untuk dapat berperan sesuai kompetensinya dalam menentukan arah kebijakan negara.
Dari sudut pandang pemuda, seharusnya pemuda lebih mengetahui perannya sebagai agen perubahan ke arah yang lebih baik. Pemuda harus lebih memupuk rasa cinta tanah airnya dan meningkatkan kemampuannya sesuai dengan kapasitasnya, sehingga mampu untuk memperbaiki keadaan bangsa, mewujudkan cita-cita besar sumpah pemuda sesuai kompetensinya masing-masing.
Dari contoh kasus beasiswa ke luar negeri yang diterima sebagian pelajar kita misalnya, belajar dari China seharusnya ketika lulus mereka mencari pengalaman terlabih dahulu di perusahaan luar negeri. Baru setelah merasa cukup berpengalaman, mereka pulang untuk berkontribusi membangun Indonesia sesuai kompetensinya masing-masing. Untuk itu, perlu kesiapan dari para generasi tua untuk mengubah paradigma berpikir dan kemudian memberi kewenangan kepada generasi muda untuk berkarya. Selain itu, negara kita harus memiliki kebijakan yang berorientasi pada kemajuan pendidikan dan riset. Karena dari segi itulah kaum muda dapat berperan.

Senin, 18 Januari 2010

Merawat Konsistensi

Berawal dari sebuah tujuan.
Saat sebuah tujuan terlintas dalam benak, dengan semangat empat lima kita akan berusaha menggapainya saat itu juga. Namun seiring berjalannya waktu, api semangat akan luntur lantaran menghadapi hujan cobaan yang demikian derasnya. Satu kata tanya, kenapa?
Saat pertama kali kita memikirkan sebuah tujuan, motivasi untuk menggapai tujuan tersebut masih melekat erat pada pikiran kita. Maka setelah beberapa saat mengalami jatuh bangun dalam menggapai tujuan, kita akan menyerah dan menganggap tujuan tersebut mustahil untuk dicapai karena kita sudah lupa terhadap motivasi awal. Saat kita merasa jatuh tersungkur dalam pusaran kegagalan, cobalah untuk mengingat kembali betapa pentingnya tujuan utama dan motivasi awal yang mendasari kenapa kita sangat ingin mencapai tujuan tersebut. Kemudian Anda pasti bisa melanjutkan perjalanan menuju tujuan yang ingin diraih.

Yang pertama adalah yang terberat, begitu pula dengan langkah pertama dalam menggapai sebuah tujuan. Masih ingatkah Anda dengan sebuah film berjudul Evan’s Almighty? Film tersebut mengajarkan kita bagaimana untuk memulai: lakukan satu tindakan secara acak. Tindakan yang bagaimana yang bisa membawa kita kepada tujuan? Tindakan itu adalah tindakan yang paling dekat dan yang paling mungkin. Bayangkan tujuan sebagai garis finish di seberang aula yang gelap, sedangkan kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi ketika menyeberangi aula. Bagaimana caranya kita mencapai tujuan di seberang aula? Pertama-tama melangkahkan kaki ke lantai terdekat dahulu kan? Setelah melangkah dan melihat ke sekitar barulah kita mengetahui apa yang harus kita hadapi berikutnya, apakah tangga yang langsung membawa kita menuju seberang aula, atau sebuah jurang terjal tanpa dasar.

Salah satu kesalahan terbesar dalam konsistensi adalah membiarkan vakum menyerangmu. Ketika kau memutuskan untuk berhenti sesaat maka kau akan terhenti lebih lama karena kemalasan akan menyerangmu lebih hebat dan menahanmu lebih lama, hingga pada akhirnya konsistensimu hilang begitu saja. Jangan pernah memutuskan untuk berhenti atau kau akan berhenti selamanya.
Berikut adalah faktor-faktor terpenting dalam konsistensi:
• Jadwal fleksibel. Jadwal memang ditujukan bagi disiplin diri namun jangan lupa: jadwal bukanlah harga mati.
• Dukungan. Pada saat tertentu, pujian dan kritik memang bisa melumpuhkan namun bisa membuat kita bangkit kembali.
• Lihat ke depan. Coba interopeksi, lihat segala kekurangan. Bukankah kita belum pantas merasa malas?
• Jangan pernah melihat ke belakang. Selain diperlukan untuk menghindari tiang listrik, dengan TIDAK melihat ke belakang kita tidak akan (merasa) telah berusaha sebelum mencapai tujuan akhir. Jadi bidikkan tujuan setinggi-tingginya, di depan sana. Anda tidak butuh kaca spion dalam konsistensi.
• Jadikan sebagai bagian kehidupan. Jika segala usaha dijadikan selaras dengan nafas, maka kita tidak akan pernah merasa lelah untuk bernafas karena kita hidup dengannya. Setiap usaha dalam konsistensi adalah hak, bukan kewajiban. Hak Anda untuk memperoleh impian. Usaha sama dengan nafas, kita tidak pernah memilih untuk bernafas dan kita harus tetap bernafas—entah udara itu segar atau berdebu.

Konsistensi Berganda
Setelah meraih sebuah tujuan dengan konsistensi, target-target lain akan muncul seiring dengan terpupuknya kepercayaan diri. Konsistensi berganda itu bisa diwujudkan dan wajar!
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat kita melangkah kepada konsistensi berganda:
• Bobot. Jika kita mementingkan salah satu target, yang lain sangat mungkin terlalaikan. Seimbangkan bobot mereka, jangan pilih kasih!
• Memanfaatkan jadwal yang flexibel. Waktunya merubah jadwal. Saat berhadapan dengan banyak target, masing-masing target ada potensi besar dalam suatu waktu tertentu. Ingat, jadwal bukanlah harga mati.
• Selalu buka mata. Langkah untuk mencapai setiap tujuan sangat bergantung dengan kemampuan Anda dalam menganalisa kesempatan atau “short cut”. Buka mata dan jadilah selalu peka.

Sukses selalu untuk kamu Sobat Muda !!!